KABINET SYAHRIR
Sejak Kabinet Syahrir
1 (14 November 1945-12 Maret 1946) mulai dirintis usaha membuka perwakilan
Indonseia di luar negri. Contohnya terkait hospitalis negara lain atass
kemerdekaan Indonesia yang mulai dibahs di PBB. Dukungan internasional atas
kemerdekaan Indonesia semakin terasa setelah agresi militer Belanda 1 (21 Juli-
5 Agustus 1947) yaitu adanya pengakuan secara de facto oleh negara-negara
sahabat yaitu Afghanistan, Birma, Arab Saudi, Yaman dan Rusia. Belanda mengakui
Indonesia secara de facto melalui perjanjanjian linggarjati. Ternyata dalam
perjanjian linggarjati masih menguntungkan di pihak belanda. Kemudian India dan
Belanda sebagai negara yang mengajukan tuntutan mengenai pembahsan masalah
Indonesia menyatakansecara bersama bahwa Agresi Militer Belanda dapat
mengganggu perdamaian dan keamanan internasional. Pemberhentian tembak menembak
tidak cukup untuk menyelesaikan Agresi Militer Belanda, perlu adanya kedua
pihak menrik pasukannya ke batas deokrasi yang telah disepakati sebelumnya yang
disebut “Garis Van Mook” dinyatakan dan diusulkan oleh Andrei A. Gromyoko. Tentu usulan ini ditolah oleh sekutu Belanda sebab
dia tidak menerima manfaat dari Agresi Militernya.
Usulan
Amerika Serikat melaui PBB, Herschel V
Johnson mengenai jasa-jasa baik pemerintahannya agak dapat diterima oleh ,
kendati rancangan solusi Australia-lah yang merupakan keputusan resolusi Dewan
Keamanan 1 Agustus 1947 yaitu adanya perwakilan tiga negara anggota dewan
(Belgia, Perancis, dan Inggris). Namun baik belanda atau van Kleffens tidak
senang dengan keputusan-keputusan yang dihasilkan oleh Dewan Keamanan. Resolusi
1 Agustus 1947 mengenai perintah gencatan senjata dan penciptaan perdamian
benar-benar menaati, baik dari pihak Indonesia atau Belanda. Pada 19 desember,
belanda melancarkan Agresi Militer II agresi ini memnimbulkan kencaman Dunia
Internasional seperti Amerika Serikat atas Belanda atau sebaliknya. Semakin
memperkuat dukungan internasional atas kedaulatan Indonesia. Konferensi Meja Bundar di Deen Haag dari 23
Agustus- 2 November 1949 untuk menyelesaikan Agresi Militer II. Hasilnya pada tanggal 30 Desember 1949
Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Pada 28 September 1950
Indonesia resmi menjadi anggota PBB.
Dekolonisasi, Demokratisasi, dan HAM dalam
Konteks Perang Dingin.
Dalam latar Internasional,
kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia itu bertautan dengan gelombang
dekolonisasi terutama di Asia dan Afrika, Pasca-Perang Dunia II. Periode
dekolonisasi yang sangat aktif terutama terjadi antara 1945-1960. Gelombang
kedua berlangsung pendek yaitu pada tahun 1943-1962. Hasrat untuk menentukan
nasib sendiri dan terbebas dari perbagai bentuk penindasan. Contohnya banyak
negara pasca-kolonial berpaling dari sistem pemerintahan demokratis. Gelombang
demokratis ini berdampingan dengan kesadaran akan HAM pasaca PD II. Seperti hak
sipil dan politik atau hak ekonomi, hak social-budaya.
Namun demikian
gelombang dekolonisasi, demokratisasi, dan perhatian internasional pada HAM
menemukan sandungannya ketika dunia segera memasuki Perang Dingin. Setelah AS
dan US bersekutu mengalahkan Jerman Nazi. Kedua belah pihak berselisih paham
dalam usaha membangun kembali dunia., khususnya Eropa pasca perang.
Perselisihan kedua belah pihak didasari oleh factor saling ketidak percayaan
dan perbedaan ideologis. Setelah musuh bersama diatasi, segera terjadi konflik
dan ketegangan dan kompetensi antara AS dan sekutunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar